Kewenangan Pengadilan Militer untuk Mengadili Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Anggota Militer

Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tidak memiliki pengertian yang diatur dalam KUHAP, bahwa lingkungan peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana, yang pertama karena subjekny...

全面介紹

Saved in:
書目詳細資料
主要作者: Louis Sleyvent Eliezer Tappangan
格式: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
語言:Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
出版: 2020
主題:
在線閱讀:http://repository.unair.ac.id/96710/1/1.%20HALAMAN%20JUDUL.pdf
http://repository.unair.ac.id/96710/2/2.%20ABSTRAK.pdf
http://repository.unair.ac.id/96710/3/3.%20DAFTAR%20ISI.pdf
http://repository.unair.ac.id/96710/4/4.%20BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf
http://repository.unair.ac.id/96710/5/5.%20BAB%20II%20PENGADILAN%20MILITER%20BERWENANG....pdf
http://repository.unair.ac.id/96710/6/6.%20BAB%20III%20RATIO%20DECIDENDI%20DARI....pdf
http://repository.unair.ac.id/96710/7/7.%20BAB%20IV%20PENUTUP.pdf
http://repository.unair.ac.id/96710/8/8.%20DAFTAR%20BACAAN.pdf
http://repository.unair.ac.id/96710/
http://www.lib.unair.ac.id
標簽: 添加標簽
沒有標簽, 成為第一個標記此記錄!
機構: Universitas Airlangga
語言: Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
實物特徵
總結:Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tidak memiliki pengertian yang diatur dalam KUHAP, bahwa lingkungan peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana, yang pertama karena subjeknya adalah memang seorang Prajurit; kedua karena subjeknya dapat dipersamakan oleh undang-undang sebagai seorang prajurit, dan ketiga dapat juga seorang sipil karena keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Berbeda halnya dengan hukum acara yang diatur khusus dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang No.46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan pengadilan korupsi satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tipikor yang penuntutannya diajukan oleh penuntut umum dan dipertegas dalam Pasal 6 UU Pengadilan Korupsi bahwa pengadilan tindak pidana korupsi dalam kewenangannya memeriksa, mengadili, dan memutus perkara khusus dalam perkara tindak pidana korupsi; tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi sehingga bukan tidak mungkin terdapat konflik norma kewenangan antara pengadilan tindak pidana korupsi dan kewenangan peradilan militer dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, penelitian yang bersifat yuridis normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual dimana pendekatan konseptual dimaksudkan untuk mengetahui akibat hukum atas putusan hakim yang menjatuhkan putusan anggota militer yang melakukan tindak pidana korupsi serta apa pertimbangan hukumnya, kemudian dengan pendekatan kasus mengupas kasus yang terdapat dalam putusan pengadilan militer yang bertentangan dengan hukum acara tindak pidana korupsi, yang kemudian dilakukan analisis terhadap undang-undang yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.