APLIKASI PENGGUNAAN FESES TERNAK RUMINANSIA SEBAGAI SUMBER MIKROBIA UNTUK PENET APAN KECERNAAN SECARA IN VITRO DI DAERAH TROPIK: I. Kajian Hubungan Mikrobia Rumen dengan Mikrobia dalam Feses Berbagai Spesies Ternak dengan Pakan Basal Berbeda
Penetapan kecernaan bahan pakan secara in vitro Tilley dan Terry membutuhkan ternak berfistula rumen sebagai donor cairan rumen. Di beberapa negara mulai mendapatkan kesulitan dalam merealisasi ternak berfistula rumen karena berkaitan adanya isu animal welfare. Penggunaan feses ruminansia sebagai do...
Saved in:
主要作者: | |
---|---|
格式: | Article NonPeerReviewed |
出版: |
[Yogyakarta] : Lembaga Penelitian UGM
2003
|
在線閱讀: | https://repository.ugm.ac.id/92852/ http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=608 |
標簽: |
添加標簽
沒有標簽, 成為第一個標記此記錄!
|
總結: | Penetapan kecernaan bahan pakan secara in vitro Tilley dan Terry membutuhkan ternak berfistula rumen sebagai donor cairan rumen. Di beberapa negara mulai mendapatkan kesulitan dalam merealisasi ternak berfistula rumen karena berkaitan adanya isu animal welfare. Penggunaan feses ruminansia sebagai donor mikrobia merupakan pengembangan metode Tilley dan Terry yang bertujuan mengurangi biaya pemeliharaan ternak berfistula (sebagai sumber mikrobia rumen) yang relatif mahal dan sering terjadi infeksi di sekitar fistula serta dehidrasi karena kebocoran fistula. Penggunaan feses sebagai sumber donor mikrobia untuk penetapan kecernaan bahan pakan secara in vitro ini diharapkan mempunyai validasi yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji 1). Adanya kemiripan mikrobia fibrolitik dalam rumen dan dalam feses yang diwakili oleh aktivitas enzim carboxyl methyl cellulase (CMCase), 2). Pengaruh jenis pakan terhadap mikrobia fibrolitik yang ditandai oleh aktivitas CMCase dalam rumen dan dalam feses, 3). Penggunaan feses ternak ruminansia tropik (sapi, kerbau, domba, dan kambing) sebagai donor mikrobia untuk pengukuran kecernaan in vitro.
Pada penelitian ini digunakan dua ekor sapi, dua ekor kerbau, dua ekor domba, dan dua ekor kambing berfistula rumen, yang dibagi menjadi tiga tahap penelitian pemberian pakan basal. Tahap 1 diberi jerami padi, tahap 2 diberi rumput, tahap 3 diberi jerami jagung, sedangkan konsentrat yang diberikan sama. Pada tahap 1, 2, dan 3, ternak yang telah diadaptasikan selama 2 minggu, diambil cairan rumen melalui fistula. Pengambilan cairan rumen dilakukan untuk mendapatkan nilai rata-rata parameter fermentasi rumen (pH dan NH3) selama 24 jam dan kinetik parameter fermentasi rumen setelah distribusi pakan.
Pada hari yang sama, feses ditampung selama 24 jam (dari jam 8.00 sampai jam 8.00 hari berikutnya) dicampur secara merata dengan mixer dan diambil sampel sebanyak 2% total koleksi, dikelompokkan perternak untuk penetapan komposisi kimia. Pengambilan sampel juga dilakukan pada pakan basal dan konsentrat. Penetapan komposisi kimia dilakukan untuk penetapan bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (N x 6,25), neutral detergen fiber (NDF), acid detergen fiber (ADF). Pada periode ini diambil sampel cairan rumen dan feses untuk analisis populasi mikrobia selulolitik dan aktivitas enzim pencerna serat (CMCase). Sampel cairan rumen diambil tiga jam setelah pemberian pakan, sedangkan feses diambil dari rektum. Identifikasi populasi mikrobia selulolitik (total koloni) dilakukan menggunakan metode cawan Petri.
Hasil penelitian menunjukkan kandungan NDF konsentrat di atas 35%, rata-rata pH cairan rumen semua spasies ternak berada pada sekitar 6,5 yang berarti pada kisaran normal, demikian juga rata-rata kandungan NH3 pada rumen sapi, kerbau, domba dan kambing berturut-turut sebesar 126, 156, 198, dan 176 mg/1iter. Aktivitas CMCase pada cairan rumen tertetapkan bervariasi antara 2,3718 sampai 5,0067 mmol/gram protein enzim/menit, aktivitas tertinggi secara signifikan diperoleh pada cairan rumen kambing dan ternak yang diberi pakan basal jerami padi. Pada penelitian ini terdeteksi pula adanya aktivitas CMCase pada feses walaupun masih jauh di bawah cairan rumen. Demikian pula pada total koloninya, larutan feses menghasilkan total koloni yang lebih rendah daripada cairan rumen.
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa dalam feses terdapat bakteri selulolitik. Perlu dicari dosis yang tepat jumlah (berat) penggunaan feses per liter aquades pada setiap ternak untuk mendapatkan larutan feses yang mempunyai aktivitas CMCase mendekati cairan rumen sehingga dapat digunakan pengganti cairan rumen dalam penetapan kecernaan secara in vitro. |
---|