Reog Ponorogo:Antara Identitas, Komoditas, Dan Resistensi
ABSTRAK Pemerintah Indonesia menetapkan tahun 1998 adalah Tahun Seni dan Budaya sebagai sebuah identitas bangsa dan mengembangkan pariwisata Indonesia. Legitimasi penetapan itu diwujudkan pula dengan dibentuknya Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya. Realitas itu menjadikan kebudayaan berada dalam...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article NonPeerReviewed |
Published: |
[Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada
1999
|
Subjects: | |
Online Access: | https://repository.ugm.ac.id/18515/ http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=1306 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | ABSTRAK
Pemerintah Indonesia menetapkan tahun 1998 adalah Tahun Seni dan Budaya sebagai sebuah identitas bangsa dan mengembangkan pariwisata Indonesia. Legitimasi penetapan itu diwujudkan pula dengan dibentuknya Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya. Realitas itu menjadikan kebudayaan berada dalam dua label yang berbeda, yakni label "Pendidikan" dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sedang yang lain berlabel "Kepribadian Nasional" dan "Pariwisata" yang diwadahi oleh Departemen Pariwisata. Oleh karena itulah, seni dan (ke)budaya(an) menjadi objek tarik-menarik dari dua lolcomotif besar, Ideologi dan Ekonomi.
Dalam tataran idealitas sebenarnya tidak ada pertentangan antara kesenian sebagai "tontonan" dan kesenian sebagai "tuntunan". Namun demikian, logika ekonomi sebagai motor bagi kesenian dalamfungsinya sebagai tontonan tidak selalu sejalan dengan seni sebagai tuntunan. Hubungan tank-menarik antara kepentingan ideologi tersebut dialami oleh kesenian tradisional, salah satunya adalah Reog Ponorogo.
Penelitian ini didasarkan pada studi kasus kebijakan pariwisata Pemda Ponorogo dalam program kesenian. |
---|